SEKOLAHKU SEBAGAI PAHLAWANKU
SAAT BENCANA
Menurut kbbi bencana adalah sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan)
kesusahan, kerugian, atau penderitaan; kecelakaan dan bahaya, sedangkan menurut
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut definisi tersebut, terdapat 3 faktor penyebab utama bencana yaitu faktor
alam, non alam, dan manusia. Serta menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun
2007 ini bencana dibagi menjadi 3 yaitu bencana
alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain yaitu gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor. Indonesia merupakan daerah yang rawan terhadap
terjadinya bencana alam dikarenakan Indonesia merupakan negara bersabuk
vulkanik dan dikelilingi cincin api yang melingkari bagian selatan dan timur
serta terletak pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yakni lempeng Australia,
Eurasia dan Pasifik hal ini menyebabkan di indonesia sering terjadi bencana
alam. Menurut data
inaRISK, Pada tahun 2017 di Indonesia terjadi sedikitnya 654 kasus bencana
alam, yang menimbulkan dampak yaitu 5.534 rumah rusak, dimana 1.192 rumah rusak
berat, 990 rumah rusak sedang, 3.352 rumah rusak ringan, dan 87.234 rumah
terendam banjir. Bencana alam juga menyebabkan kerusakan fasilitas publik
seperti, 108 unit sekolah, 85 unit fasilitas peribadatan dan 12 unit fasilitas
kesehatan rusak. Dimana bencana alam ini juga menimbulkan korban jiwa yaitu 61
jiwa meninggal dan hilang, 174 orang luka dan 584.173 jiwa menderita dan
mengungsi. banyaknya kerugian tersebut mendorong kesadaran masyarakat untuk
mengurangi resiko terjadinya bencana alam.
Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana telah dimulai
dengan diluncurkannya buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana
(RAN PRB) oleh Bappenas dan Bakornas PB dan diterbitkannya UU No. 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, serta pembentukan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana. Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Resiko
Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada
tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi
Kerangka Kerja Aksi 2005-20 15 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan
Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan
suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan
resiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya
mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas
terhadap bencana. Bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat
mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan
ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian,
pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang
bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha
antara lain:
1. Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan
tentang pengurangan resiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum
pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya
untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak dengan informasi; menggalakkan
integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam
dekade 2005–2015 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United
Nations Decade of Education for Sustainable Development).
2. Menggalakkan pelaksanaan penjajagan
resiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di
sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan.
3. Menggalakkan pelaksanaan program dan
aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana
meminimalisasi efek bahaya.
4. Mengembangkan program pelatihan dan
pembelajaran tentang pengurangan resiko bencana dengan sasaran sektor-sektor
tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, manajer tanggap darurat,
pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya.
5. Menggalakkan inisiatif pelatihan
berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan
sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi
dan menghadapi bencana.
6. Memastikan kesetaran akses kesempatan
memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan.
7. Menggalakkan pelatihan tentang
sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan
dan pelatihan tentang pengurangan resiko bencana.
Pengurangan resiko bencana alam dapat
dilakukan dimana saja terutama disekolah dikarenakan ketika terjadi bencana
alam, anak-anaklah yang paling rentan terkena dampaknya. Terutama sekali jika
pada saat kejadian, anak-anak sedang belajar di sekolah. Sebagai contoh gempa bumi
di Pakistan pada bulan Oktober 2005 menyebabkan lebih dari 16 ribu anak-anak
meninggal akibat runtuhnya gedung sekolah. Longsor lahan di Leyte, Philipina
menewaskan lebih dari 200 anak sekolah. Dari dua contoh kejadian itu,
seharusnya kita berupaya melindungi anak-anak kita sebelum bencana terjadi. Oleh
karena itu, Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua
prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan tentang
resiko bencana dan keselamatan di sekolah. Untuk alasan itulah dilakukan
‘Kampanye Pendidikan tentang Resiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang
dikoordinir oleh UN/ISDR (United Nations/International Strategy for Disaster
Reduction). Pendidikan untuk pengurangan
risiko bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32
ayat 2, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi
pendidikan layanan khusus, yakni pendidikan bagi peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami
bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
Terjadinya bencana alam di lingkungan sekolah menimbulkan dampak yang
sangat banyak, seperti timbulnya korban jiwa dari kalangan siswa hingga guru
serta kerusakan pada gedung sekolah. Pembangunan dan perbaikan kembali gedung sekolah
memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal yang akan
mengganggu proses belajar-mengajar. Pendidikan kebencanaan di tingkat sekolah
membantu anak-anak memainkan peranan penting dalam penyelamatan hidup dan
perlindungan anggota masyarakat pada saat kejadian bencana. Menyelenggarakan
pendidikan tentang resiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu
dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat. Sebagai
tambahan terhadap peran penting mereka di dalam pendidikan formal, sekolah juga
harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi
dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan
mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus
bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian
bencana. Pengintegrasian pendidikan tentang resiko bencana ke dalam kurikulum
pendidikan secara nasional dan penyediaan fasilitas sekolah yang aman dan
menyelamatkan juga merupakan dua prioritas yang memberikan kontribusi terhadap
kemajuan suatu negara menuju Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development
Goal).
Sudah banyak sekolah di Indonesia baik tingkat dasar maupun tingkat atas
yang menerapkan program pengurangan resiko bencana di sekolah, hal ini
dikarenakan adanya kesadaran dari pihak sekolah bahwa rentannya
anak-anak/siswa-siswi terhadap bencana alam tersebut. Saya berharap agar lebih
banyak lagi program-program pengurangan resiko bencana di sekolah untuk memberikan
penyadaran kepada siswa dan siswi bahwa betapa bahayanya bencana alam itu agar
dikemudian hari tidak timbul lagi korban jiwa dikarenakan anak-anak merupakan
pemegang tongkat estafet kemajuan bangsa ini. Pemerintah juga diharapkan untuk
lebih sering mensosialisasikan tentang resiko bencana alam kepada masyarakat
terutama kesekolah-sekolah agar terjadinya sinergi antara pemerintah dan
masyarakat sehingga terwujudnya tujuan PRB (Pengurangan Resiko Bencana).
PLEASE SUBS MY CHANELS
MAHASISWA PKN STAN
Komentar Anda Membangun Blog INI. THANKS
0 Comments