Whats up guys?
Jika sebelumnya saya membahas tentang Latar Belakang dan Akibat Agresi Militer Belanda II sekarang saya akan membahas Agresi Militer Belanda I, yang seharusnya kebalik nih guys bahasnya tapi langsung aja yaa.... lets Gooo!!
Operatie Product atau yang dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I, adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari tanggal 21 Juli 1947 sampai tanggal 5 Agustus 1947.
Latar Belakang terjadinya Agresi Militer Belanda 1 adalah Adanya Perbedaan penafsiran mengenai beberapa pasal persetujuan dalam perundingan Linggarjati. Karena hal tersebut maka Pihak Belanda tidak dapat menahan diri dan melanjutkan agresinya dengan aksi militer pada tanggal 21 Juli 1947. Aksi militer yang dilakukan Belanda ini dinamakan Agresi Militer Belanda I. Agresi Militer Belanda I yang direncanakan oleh van Mook diawali karena adanya perbedaan penafsiran terhadap isi Persetujuan Linggarjati. Dalam hal ini, Belanda mendasarkan penafsirannya pada pidato Ratu Wihelmina tanggal 7 Desember 1942 bahwa Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth dan akan berbentuk federasi, sedangkan hubungan luar negerinya diatur oleh Belanda. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, untuk lepas dari pemerintahan Belanda.
Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km dari garis demarkasi. Tentu pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Adapun tujuan agresi Belanda I ini adalah:
a. Tujuan politik, yaitu mengepung ibu kota RI dan menghapuskan kedaulatan RI.
b. Tujuan ekonomi, yaitu merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
c. Tujuan militer, yaitu menghancurkan TNI.
Untuk menghadapi Agresi Militer Belanda I, pasukan TNI melancarkan taktik gerilya. Dengan taktik gerilya, ruang gerak pasukan Belanda berhasil dibatasi. Gerakan pasukan Belanda hanya berada di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar kota kekuasaan berada di tangan pasukan TNI.
Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera Barat.
Dalam serangan Belanda yang pertama itu, pihak belanda bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda. Namun hal tersebut mendapat perlawanan yang sangat sengit dari pihak indonesia.
Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik indonesia dengan simbol Palang Merah, di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh di Bantul Yogyakarta oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.
Setelah banyak melanggar isi dari perjanjian linggarjati, Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda ke PBB, dikarenakan agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Perjanjian Linggarjati. Yang berakibat adanya simpati dari pihak internasional terhadap permasalahan Indonesia. Akhirnya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut PBB membuat KTN (konferensi tiga negara).
Dampak yang diperoleh bangsa Indonesia akibat adanya agresi militer I oleh pihak Belanda yaitu dalam bidang perekeonomian, yang sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Meski PBB telah turut membantu mengatasi agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia dengan diadakan penghentian tembak menembak, tidak berarti bahwa tindakan militer Belanda langsung terhenti. Mereka terus-menerus mengadakan gerakan pembersihan untuk mengamankan dareah-dareah yang telah didudukinya. Dalam gerakan pembersihan ini sering pula terjadi tindakan kejam oleh pasukan Belanda, terutama di dareah-daerah yang sudah mereka duduki namun tidak dapat dikuasai, seperti dareah sekitar Krawang-Bekasi.
Kekejaman Belanda lain yang dapat disebut adalah pembantaian rakyat Sulawesi Selatan pada bulan Januari 1948 oleh pasukan Kapten Wasterling, yang juga tidak pernah dihukum. Juga peristiwa kapten api maut di Jawa Timur, ketika prajurit-prajurit Republik Indonesia yang tertawan oleh Belanda dimasukkan dalam gerbong kereta api yang kemudian ditutup rapat tanpa ventilasi, sehingga semua tawanan mati lemas karena kepanasan dan kehabisan udara.
0 Comments